Tuesday, 2 May 2017

Tukang Sayur Jadi Pemburu Ibu Hamil

 
Para mlijo (tukang sayur, red) di Kecamatan Sempu, Banyuwangi, tak sekedar menjajakan sayur tapi juga sebagai agen kesehatan. Mereka menjadi laskar Bumil Resti, pemburu ibu hamil berisiko tinggi.

Kepala Puskesmas Sempu, Hadi Kusairi, menjelaskan ada 10 ibu pedagang sayur keliling tersebar di tiga desa yang menjadi pemburu ibu hamil. Mereka bertugas mencari, menemukan, dan melaporkan ibu hamil baru dengan risiko tinggi di wilayah mereka berjualan.
“Tim pemburu ini sengaja kita bentuk untuk mengoptimalkan pencarian Bumil Resti hingga ke pelosok kampung," ungkap Hadi
Keberadaan mereka penting mengingat angka kematian ibu dan bayi tinggi disebabkan oleh kehamilan yang berisiko. Para mlijo ini membantu kerja pengawasan petugas puskesmas.

Ibu hamil berisiko tinggi ini adalah para ibu hamil yang berusia kurang dari 20 tahun dan di atas 35 tahun, jarak kelahiran anak yang terlalu dekat dengan persalinan pertama operasi, memiliki riwayat hipertensi dan tinggi badannya kurang dari 150 sentimeter.


Dipilihnya para mlijo karena dianggap memiliki jangkauan luas hingga ke desa-desa. Mereka ini bisa berinteraksi langsung dengan masyarakat.
"Sehingga lebih mudah masuk. Mereka sebelumnya juga telah kami bekali pengetahuan seputar kriteria ibu hamil berisiko tinggi, serta bagaimana pendekatan komunikasinya agar lebih luwes,” ujar Hadi.
Setiap mlijo dibekali fasilitas dari puskesmas berupa keranjang dagangan yang ditempeli banner bertuliskan 13 kriteria Bumil Resti. Mereka juga mendapatkan sepatu boot, rompi, pulsa dan smartphone untuk mengirim informasi saat menemukan ibu hamil beresiko.

Jika mendapati ibu hamil berisiko langsung mereka potret dan kirim kepada petugas puskesmas yang disertai data alamat dan nama suami via grup WhatsApp. Nanti bidan di wilayah bumil akan turun memeriksa kondisinya. 
 

Jika dari pemeriksaan bidan masuk kategori Bumil Resti, yang bersangkutan akan segera didampingi hingga lepas masa nifasnya, Selanjutnya, para bumil mendapatkan pendampingan intensif dari bidan wilayah dan laskar sakina, relawan yang terdiri dari unsur guru, pemuka agama, dan kader Posyandu.
"Mereka juga dijadwalkan konsultasi rutin dengan dokter spesialis, dan bila perlu dirujuk melahirkan di rumah sakit," terang Hadi.
Salah satu mlijo, Siti Dalilah, mengaku beruntung terpilih sebagai agen pemburu Bumil Resti. Dia merasa hari-harinya lebih bermanfaat karena bisa membantu orang lain, meski awalnya sempat ragu.
"Saya jadi tambah pengetahuan tentang kriteria kehamilan berisiko. Selain bisa kasih tahu orang lain, juga bisa buat jaga-jaga diri sendiri, Kadang gampang kadang susah, tergantung mood ibu hamilnya. Kadang ada yang marah pas kita mencoba mendekatinya, akhirnya malah enggak jadi belanja. Ini biasanya kalau ibu itu usianya sudah banyak, mungkin malu kali ya? Jadi kita harus tahu kondisi orangnya juga, baru kita coba dekati,” ujar Dalilah yang biasa menjajakan sayurannya di Desa Jambewangi.
Begitu halnya dengan Bu Ira, penjaja sayur di Dusun Sumberwadung, Sempu. Sejak menjadi pemburu, dia berhasil menemukan dua ibu hamil berisiko tinggi karena jarak usia kehamilan pertama dan kedua terlalu jauh dan satunya terlalu dekat.
"Alhamdulilah, selama kehamilan dan persalinan mereka lancar," kata Ira.
Sejak diluncurkan awal 2016 lalu para pemburu Bumil Resti ini berhasil mendapatkan 7 kasus Bumil Resti.
"Dengan pendampingan intensif, ketujuh Bumil Resti ini berhasil melewati kehamilannya dengan selamat," ujar Hadi.

0 comments

Post a Comment